Selasa, 17 Juni 2014

RESENSI NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA

1. Identitas Buku
Judul : Hafalan Shalat Delisa
Pengarang : Tere Liye
Tebal Buku : v + 248 halaman
Penerbit : Republika
Cetakan : VI, Januari 2008
2. Keunggulan Buku
· Buku ini disajikan dengan bahasa yang komunikatif.
· Dengan jalan ceritanya yang sama dengan peristiwa di kejadian nyata, memungkinkan pembaca untuk berimajinasi lebih jauh tentang cerita dari novel itu sendiri.
· Ceritanya yang universal sehingga dapat diterima oleh semua kalangan.
· Banyak terkandung amanat-amanat dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang islami dan penuh kasih sayang.
· Disertai dengan footnote yang berisi tentang pelajaran yang dapat diambil pembaca dari cerita yang sedang terjadi pada novel tersebut.
3. Kelemahan Buku
· Masih ada kata-kata yang kurang dapat dimengerti oleh sebagian kalangan, seperti ayat-ayat suci Al-quran, bahasa daerah, dan lain-lain.
4. Ikhtisar
Sebuah novel yang sampai bulan Januari, 2008 sudah memasuki cetakan ke VI ini mengambil setting tempat di salah satu daerah korban bencana tsunami Aceh yaitu Lhok Nga. Mengisahkan tentang seorang gadis berusia 6 tahun yang berusaha menghafal bacaan shalat pada saat sebelum terjadinya tsunami. Banyak kejadian menarik namun penuh makna dan pelajaran hidup yang dapat kita petik dalam setiap cerita dalam novel ini.
5. Sinopsis
Novel ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Delisa. Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abinya bernama Usman dan uminya bernama Salamah.

Delisa mendapatkan tugas dari Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat yang akan disetorkan pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Motivasi dari Ummi yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil menghafalkan bacaan sholat membuat semangat Delisa untuk menghafal. Ummi telah menyiapkan hadiah kalung emas dua gram berliontin D untuk Delisa, sedangkan Abi akan membelikan sepeda untuk hafalan sholatnya jikalau lulus. Pagi itu hari minggu tanggal 24 Desember 2004, Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya di depan kelas. Tiba-tiba Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun, Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Ketika hendak sujud yang pertama, air itu telah menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya. Enam hari Delisa tergolek antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Bahkan pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk bermu’alaf.
Beberapa waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat sebelahnya melakukan sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu hafalan shalat Delisa terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.
Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.
Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu telah membawa Delisa pada kemudahan menghafalnya. Delisa mampu melakukan Sholat Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah kalung, ataupun sepeda. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Delisa menemukan kalung D untuk Delisa dalam genggaman tangan manusia yang sudah tinggal tulang. Tangan manusia yang sudah tinggal tulang itu tidak lain adalah milik Ummi Delisa. Delisa sangat terkejut.
6. Unsur-Unsur Intrinsik
· Tokoh dan Penokohan
1. Delisa : Pemalas, manja, baik, dan suka memberi
“Kak Fatimah ganggu saja… Delisa masih ngantuk!” Delisa bandel menarik bantak. Ditaruh di atas kepala. Malas mendengar suara tertawa Kak Fatimah.
2. Ummi Salammah : Baik, sabar, dan bijaksana
“Tetapi doanya tetap nggak seperti itu kan, Delisa….” Ibu menambahkan. “Kamu kan dikasih tahu artinya oleh Ustadz Rahman… Nah kamu boleh baca seperti artinya itu… Itu lebih pas… Atau kalau Delisa mau lebih afdal lagi, ya pakai bahasa arabnya! Entar bangunnya insyaAllah nggak susah lagi… Ada malaikat yang membangunkan Delisa.
3. Fatimah : Baik dan perhatian
“Delisa bangun, sayang…. Shubuh!” Fatimah, sulung berumur lima belas tahun membelai lembut pipi Delisa. Tersenyum berbisik.
4. Aisyah : Usil, iri hati, dan baik
Delisa menggeliat. Geli. Cut Aisyah nakal menusuk hidungnya dengan bulu ayam penunjuk batas tadarus.
5. Zahra : Pendiam dan baik
6. Abi Usman : Baik dan sabar
7. Umam : Jahil, usil, nakal, dan pemurung
8. Tiur : Baik dan pengertian
9. Pak Cik Acan : Baik, suka menolong dan suka memberi
10. Shopie : Baik dan penyayang serta pengertian
11. Smith Adam : Baik,penyayang dan suka menolong
12. Ustadz Rahman : Tawakkal, sabar, pengertian, dan baik hati
· Latar
1. Latar Tempat : Desa kecil bernama Lhok-Nga pesisir pantai Aceh.
Mereka tinggal di komplek perumahan sederhana. Dekat sekali dengan pantai. Lhok Nga memang tepat di tubir pantai. Pantai yang indah. Rumah mereka paling berjarak empat ratus meter dari pantai. Komplek itu seperti perumahan di seluruh kota Lhok Nga, religius dan bersahabat.
2. Latar Waktu : Pada saat Delisa menjalani test hafalan Sholatnya.
Pagi itu, Sabtu 25 Desember 2003. Sehari sebelum badai tsunami menghancurkan pesisir Lhok Nga. Sebelum alam kejam sekali merenggut semua kebahagiaan Delisa.
3. Latar Suasana : Suasana saat akan terjadi Gempa sangat tragis, seluruh orang pergi berhamburan mencari tempat yang aman.
Gelombang itu menyentuh tembok sekolah. Beberapa detik sebelumnya terdengar suara bergemuruh. Juga teriakan-teriakan ketakutan orang di luar. Delisa tidak melihat betapa menggentarkan sapuan gelombang raksasa itu. Delisa mendengar suara mengerikan itu. Tetapi Delisa sedang khusuk. Delisa ingin menyelesaikan hafalan shalatnya dengan baik. Ya Allah Delisa ingin berpikiran satu. Maka ia tidak bergeming dari berdirinya.
· Alur
Maju – mundur – maju (campuran)
Alur dari cerita ini yaitu maju, mundur, maju (campuran) karena pada novel ini digambarkan bahwa Delisa mengenang masa-masa saat sebelum keluarganya meninggal karena bencana Tsunami.
“Ummi? Delisa tiba-tiba ingat Ummi. Ya Allah dimana Ummi. Kepala Delisa berputar mencari. Di mana pula Kak Fatimah? Kak Zahra? Kak Aisyah? Di mana mereka? “
Pelan kenangan itu kembali. Lambat Delisa mengingat kejadian enam hari lalu. Delisa sama sekali tidak pernah tahu, hamper seminggu ia sudah terjerambab di atas semak-belukar tersebut. Sekolah! Ia di sekolah pagi hari itu. Ia bukankah sedang menghadap Ibu Guru Nur menghafal bacaan shalat.
· Tema dan Amanat
1. Teruslah Bersyukur dengan apa yang telah di berikan Oleh Allah SWT.
2. Jangan pernah putus asa dan tetap semangatlah menjalani hidup ini.
3. Sayangilah Keluargamu seperti mereka menyayangimu.
· Sudut Pandang

Orang ketiga serba tahu.

Senin, 02 Juni 2014

RANGKUMAN NOVEL



RANGKUMAN NOVEL
HAFALAN SHALAT DELISA
Novel manis yang satu ini mengangkat kisah seorang bocah perempuan bermata hijau telaga yang baru berusia 6 tahun. Gadis cilik tersebut bernama Delisa. Ia merupakan anak bungsu di dalam keluarganya. Adapun kakak-kakan Delisa adalah Cut Fatimah, Cut Zahra dan juga Cut Aisyah. Keluarga Delisa berdomisili di Lhok Nga. Delisa dan saudara-saudaranya hanya tinggal bersama Ummi, sebab sang Abi bekerja sebagai mekanik kapal yang berbulan-bulan ikut di kapal yang berlayar.

Meski merindu, tetapi Delisa tetap menjalani hari-hari mereka tanpa sang Abi. Suatu hari Delisa mendapat tugas dari sekolahnya. Tugas tersebut adalah menghafal bacaan salat. Delisa giat sekali menghapas bacaan-bacaan tersebut. Terlebih ummi menjanjikan ia hadiah jika Delisa berhasil menghafal baccan tersebut. Hadiah yang membuat Delisa semangat adalah kalung emas yang dijual di toko Ko Acan. Ko Acan sendiri merupakan sahabat Abi Delisa.

Tanggal 26 Desember tahun 2004, Delisa dan semua teman seisi kelasnya dijadwalkan mempraktekkan hafalan solat yang telah mereka hapalkan beberapa waktu. Saat tiba giliran Delisa, sembari mengucapkan bacaan solat, tiba-tiba bumi bergetar hebat. Semua tampak gonjang ganjing. Dan seketika, air laut mulai naik ke daratan dengan ganasnya. Ia bagai tangan raksasa yang merengkuh segala yang ia jumpai. Bencana tersebut adalah gempa hebat yang disusul tsunami. Kurang lebih 15.000 orang yang meninggal akibat bencana ini. Termasuk di dalamnya Ummi dan kakak-kakan Delisa.

Delisa sendiri selamat. Ia tersangkut di semak belukar. Siku kanan bocah tersebut patah dan kakinya bagian kanannya terjepit di bebatuan. Setelah 6 hari terjebak di tempat terebur, Delisa kemudian ditemukan oleh seorang prajurit relawan bernama Smith. Delisa yang dilihatnya sangat bercahaya kemudian membawa prajurit tersebut untuk masuk Islam.

Karena suasana yang kacau balau, Abi yang telah mengetahui bencana tersebut tak bisa menemukan Delisa. Ia menghabiskan beberapa waktu sebelum akhirnya bertemu gadis mungilnya. Saat bertemu Abinya, Delisa bercerita layaknya anak-anak yang tak mengerti apa-apa. Bencana tak menghapus keceriannya. Termasuk saat kaki kanan Delisa harus diamputasi, semuanya tak berhasil membuat ia murung. Ia bersama Abi menjalani hidupnya. menata dari awal. Meski jasad Ummi dan ketiga kakaknya belum ditemukan, tapi Delisa dan Abi harus hidup normal, begitu pikirnya.

Suatu waktu Delisa melihat ada sebuah pantulan cahaya yang mengganggu penglihatannya. Karena penasaran, Delisa pun mendekat. Dan tak disangka, cahaya tersebut merupakan pantulan kalung dengan huruf D. Dan kalung tersebut berada dalam pegangan seseorang. Ummi Delisa sendiri.

Kisah novel ini sangat menyentuh. Layak untuk Anda hadiahkan bagi keluarga terdekat utamanya anal-anak yang sedang menghafalkan bacaan solatnya. Buku ini bisa menjadi motivasi bagi mereka.