CONTOH
KARYA ILMIAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu proses tatanan
masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada
hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh
dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua
dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang
kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang
pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama
dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang
pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama
dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak
tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa
tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan
internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan
billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan
bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang
pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan
dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang
semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia
dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan
bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia
pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak
menjadi “budak” di negeri sendiri.
`
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang
ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja
sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan
keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi
pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu
hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat
Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat
Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat
menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya
yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi
pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk
dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di
tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat
dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin
maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam
dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam
jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah –
sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah
bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan
ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial.
Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak
sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan
tidak diredam dari sekarang.
1.2
Rumusan Masalah
Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap
Pendidikan” ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut.
a.
Apa dampak dari globalisasi untuk
dunia pendidikan?
b.
Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
c.
Cara penyesuan pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?
1.3 Tujuan
1.
Bagi Penulis
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
yang diberikan dosen dalam mata kuliah pengantar pendidikan. Selain itu, bagi
diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa digunakan untuk menambah
pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa, baik dalam lingkup universitas negeri
malang maupun di civitas akademika yang lain.
2.
Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas
dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan
mengenai globalisasi. Para pembaca yang dominan dari kaula mahasiswa bisa
digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas, sehingga kedepannya
tercipta sdm-sdm yang unggul.
3.
Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami
tentang arti penting globalisasi sehingga dampak negatif yang berimbas bisa
leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan positif terhadap
adanya pendidikan semakin lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengaruh Globalisasi terhadap dunia Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan di
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di
mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga
merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang
lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia.
Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat
meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan
memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam
mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan
berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan
Dampak positif dan negatif dari dari
pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1.
Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat
pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan.
Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis
teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan
sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara
dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi.
Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar
hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau
pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu,
ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk
sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung
menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi
mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005)
yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus
kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil
belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali,
mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
Perubahan Corak Pendidikan
Mulai longgarnya kekuatan
kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan
institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia
politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.
Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan
paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.
Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri
yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses
Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi
seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan
ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang
berjuauhan tempat tinggalnya.
Pembelajaran Berorientasikan
Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang
guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK
yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam
mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian
disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam
kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya
guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa
hanya mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan
ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal
tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
2. Dampak Negatif Globalisasi Terhadap
Dunia Pendidikan Indonesia
Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam
kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan
utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah
tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya
“Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan
kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid
ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens.
Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil,
bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
.
Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk
mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi
siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran
di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan,
dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan
seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti
viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6
Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi
meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs
pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak
globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri
siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam
proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
2.2 Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
2.2.1 Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem
pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang
sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu
(umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini
tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan
umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan
manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan
perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan,
sekularisasi
pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan
pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum
melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum
dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat
bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan
dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa
yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap
secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat
minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang
sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai
sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi,
pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan
penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan
rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan
agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta
dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang
awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu
terjun ke sektor modern.
2.2.2 Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal,
itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka menganggap
begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya
pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat
masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin
mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah
yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai
sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang
merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya,
pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite
sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai
keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena
komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan
adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status
pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi
ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara
mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik
badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Privatisasi atau semakin melemahnya
peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan
kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia
sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong
privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti
pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen
(Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM Education network
foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan
privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi
pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke
pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan
sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya
setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses
rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi
dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya
dan miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak
mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?.
Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan
dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan
tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal
keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
Fandi
achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut.
Mencermati
konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi
bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak
membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan
kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis
akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah
dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak
bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi
kepentingan pribadi maupun golongan.
2.2.3 Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan
nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di
Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika
dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara
dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah),
ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat
menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Jika Indonesia masih
dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang
dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar
Internasional.
Di
samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di
Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1.
berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU
maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar
218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan
keguruan.
Dalam
menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia
dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan
sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.
2.3
Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari
beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi
globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam
arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa
transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam
globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia
pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua,
dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari
uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga,
alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam
pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari
pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga
memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita
lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan
nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena
mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral. Semakin besar
kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini,
kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi,
maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita
sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang
dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning
strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita
tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan
visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta
kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin
Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan
jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Globalisasi adalah suatu proses
tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi
pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh
dunia
Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia
Pendidikan Indonesia
Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus
globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang
bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru
seperti internet dan computer.
Perubahan Corak Pendidikan, mulai
longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi
dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak,
membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan
perubahan.
Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia
Pendidikan Indonesia
Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam
kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan
utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah
tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya
“Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan
kembali ke masa depan.
Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai
sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak
negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh
negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme,
kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti
pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk
siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui
internet.
Penyebab buruknya pendidikan di era
globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang
Rendah dan fasilitas pendidikan ang kurang, itu yang mengakibatkan pendidikan
tidak berjalan dengan lancar
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini
adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan
leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak
dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan
yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk
mencapai itu
3.2 Saran
Penulis memberikan saran yang ditujukan
untuk
a.
Masyarakat
agar para orang tua memperhatikan
kepentingan anaknya dalam hal pendidikan sehingga pendidikan berjalan dengan
lancar
b.
Pemerintah
Pemerintah harus menggarkan danan yang
cukup untuk keperluan pendidikan dan menambah beasiswa bagi guru untuk training
DAFTAR
PUSTAKA
http://copasmakalah.blogspot.com/2013/09/contoh-makalah-karya-ilmiah-tentang.html
Asri B. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Faizah, F. 2009. Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan,
(Online), (http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127), diakses 18
Oktober 2011.
Munir.
2010. Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI.
Surya,
M. 2002. Dasar-dasar Kependidikan
di SD. Pusat penerbitan Universitas Terbuka. Suryabrata, S. 2010. Psikologi
Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
Januar, I. 2006. Globalisasi pendidikan dI
indonesia, (Online),
(www.friendster.com/group/tabmain.php?statpos=mygroup&gid=340151),
diakses 18 Oktober 2011.
Wardoyo, C. 2007. Urgensi Pendidikan Moral
(Online), (http://www.nu.or.i) diakses 18 oktober 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar