Membangun
koperasi yang benar di negeri ini bukanlah hal gampang. Juga tidak gampang
mencegah koperasi merosot menjadi tukang riba, menyimpang dari ide awal
pendirian koperasi. Sebab daya tahan seekor kuda memang diuji dalam perjalanan
jauh sedangkan uang seperti halnya dengan kekuasaan selalu sangat menggoda
(Tanpa usah menyebut contoh-contoh kongkretnya). Oleh karena itu maka terjadi
keadaan, pengurus yang disebut koperasi dari waktu ke waktu tidak
berganti-ganti. Kalau pun berganti, yang disebut pergantian itu hanyalah rotasi
tempat atau kedudukan.
Demokrasi
ekonomi yang diperintahkan oleh UUD ’45 memperoleh bentuk nyatanya seperti yang
diperlihatkan oleh negeri-negeri Skandinavia di mana koperasi memainkan peran
penting bagi ekonomi negeri. Taiwansetelah perobahan agraria usai Perang Dunia
II untuk memperkuat ekonominya, guna mengembangkan produksi dan memperkuat pasar dalam negerinya, juga telah
mengembangkan koperasi. Apalagi Republik
Rakyat Tiongkok yang sekarang menjadi kekuatan ekonomi penting dunia. Perancis
yang dikenal sebagai negeri kapitalis (bukan
kapitalis buas, atau capitalisme sauvage), gerakan nasional koperasinya juga
sangat berkembang. Di negeri yang terakhir ini, koperasi yang paling berkembang
adalah koperasi produksi, bukan koperasi simpan-pinjam. Kepada para warga
negara yang mendirikan koperasi produksi untuk menciptakan lapangan kerja,
Negara memberikan modal awal. Pengelolaannya sehingga menjadi profesional,
termasuk peningkatan keterampilan (skill of
know how) dibantu secara periodik oleh Perhimpunan Nasional Koperasi
Seluruh Perancis yang mandiri (tanpa bantuan pemerintah).
Yang
terpenting dari pengalaman mendirikan Koperasi dan Pusat Kebudayaan ini adalah
keinginan belajar untuk profesional, melaksanakan dengan ketat prinsip-prînsip
koperasi , ditekuni, mengkoreksi segera kesalahan dan kekurangan. Di antara
semua ini, yang menentukan adalah ditekuni, profesional dan mematuhi ketat
prinsip. Membangun koperasi yang benar tidak cukup hanya dengan memberikan dana
bantuan. Sering dana bantuan justru tidak mendidik karena dirasakan sebagai
uang mudah sesuai pola pikir instan. Tidak menanamkan rasa memiliki dan
tanggung jawab sebagai pemilik usaha. Instanisme hanya menghancurkan usaha.
Kucuran dana bukanlah ukuran keberhasilan dan jika dikucurkan untuk
penganut-penganut instanis, yang menggunakan koperasi untuk mengakali perolehan
uang mudah, sama dengan membuang uang ke
laut.
SUMBER : https://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2011/07/07/koperasi-pilar-ekonomi-kerakyatan-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar