BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembinaan karakter
bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Sangat
luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan
bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang
hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”.
Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa:
(1) karakter merupakan hal sangat esensial dalam
berbangsa dan bernegara,
hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya
generasi penerus bangsa
(2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan
kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing
(3) karakter tidak datang dengan sendirinya,
tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat.
Selanjutnya, pembinaan karakter bangsa akan mengerucut pada tiga tataran besar, yaitu
Selanjutnya, pembinaan karakter bangsa akan mengerucut pada tiga tataran besar, yaitu
(1) untuk
menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa,
(2) untuk
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan (3) untuk
membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat.
Pembinaan karakter
bangsa harus diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk aksi nasional dalam
rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa
sebagai upaya untuk menjaga jati diri bangsa dan memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa dalam naungan NKRI. Pembinaan karakter bangsa harus dilakukan
melalui pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga; satuan
pendidikan; pemerintah; masyarakat termasuk teman sebaya, generasi muda, lanjut
usia, media massa, pramuka, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik,
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat; kelompok strategis seperti
elite struktural, elite politik, wartawan, budayawan, agamawan, tokoh adat,
serta tokoh masyarakat. Adapun strategi pembinaan karakter dapat dilakukan
melalui sosialisasi, pendidikan, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama
dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat serta
pendekatan multidisiplin yang tidak menekankan pada indoktrinasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan karakter,
karakter bangsa, dan pembinaan karakter bangsa ?
2. Lingkunagan apa saja yang mempengaruhi
karakter bangsa?
3. Bagaimana hasil karakter yang diharapkan
dari pembinaan karakter bangsa dalam rangka
ketahanan nasional?
ketahanan nasional?
4. Bagaimana strategi pembinaan karakter
bangsa dalam rangka ketahanan nasional?
C. TUJUAN PENULISAN
Pembinaan karakter
bangsa bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga
mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Metode pengambilan data dari
sumber-sumber bacaan
2. Mencari bahan dari internet
3. Mengumpulkan informasi
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Di dalam makalah ini, penulis
menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
1.
Pendahuluan
2. Pembahasan
3.
Penutup
BAB II
TINJAUAN
PUSTA
Keberhasilan dari sejarah panjang Keindonesiaan yang membuahkan kemerdekaan tersebut pada hakikatnya digelorakan oleh ”semangat perubahan/pembaruan” yang disuburkan oleh mosaik nilai-nilai keadilan, kekeluargaan, gotong-royong, kebersamaan, toleransi, mufakat, persatuan, komitmen, keberanian, keuletan, sikap pantang menyerah dan yang terpenting adalah keteladanan. Para founding fathers/mothers telah membingkai nilai-nilai tersebut dalam pigura Pancasila sebagai ”pandangan hidup bangsa” (Weltanschauung) yang dihasilkan dalam sidang BPUPKI/PPKI pada 1 Juni 1945, kemudian secara legal-formal ditetapkan bersamaan dengan diberlakukannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Dengan demikian Pancasila secara resmi telah mengikat seluruh bangsa Indonesia (terutama kaum elit-politiknya) dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Berarti pula Pancasila telah disepakati dan resmi menjadi Jatidiri Bangsa Indonesia yang harus dibentuk lewat proses akbar ”Character Building” yang tetap berkelanjutan (never ending process).
Namun pertanyaan besar yang selalu menggelitik akal budi, mengusik nurani adalah apakah nilai-nilai tersebut masih tetap hidup dan berkembang dalam sanubari anak-anak bangsa Indonesia? Berbagai fenomena memperlihatkan betapa nilai-nilai tersebut telah mengalami kelunturan, erosi dan degradasi. Padahal para founding fathers/mothers secara sangat cerdas, arif dan visioner telah memformulasikan Pancasila dengan merujuk pada nilai-nilai kearifan lokal serta nilai-nilai yang berkembang secara global-universal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah buah perkawinan antara ”lokalitas dan universalitas” yang sangat tepat, relevan untuk bangsa Indonesia, benar-benar berakar dan bersumber pada ranah Keindonesiaan yang ideal sekaligus realistis. Sehingga Prof. Syafii Maarif mengapresiasinya sebagai ”masterpiece” (karya agung) anak bangsa dan Jacob Oetama menyebutnya sebagai hasil dari pemikiran cerdas yang mendahului jamannya (Syahnakri.2009).
Kondisi saat ini tingkat kesadaran generasi muda terhadap ideologi bangsa semakin menurun. Indikator semakin menurunnya tingkat kesadaran ideologi bangsa tampak pada masih banyaknya generasi muda yang memiliki perilaku semakin jauh dari nilai-nilai utama Pancasila. Nilai-nilai utama Pancasila pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga jenis nilai, meliputi: ketuhanan, keilmuan dan kebangsaan yang merupakan pilar-pilar utama dari karakter bangsa. Ketuhanan, berkaitan dengan rendahnya tingkat ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keilmuan berkaitan dengan rendahnya tingkat penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memecahkan masalah kehidupan, edangkan kebangsaan berkaitan dengan menurunnya rasa nasionalisme atau kecintaan kepada tanah air, negara dan bangsa. Degradasi kesadaran ideologi bangsa apabila dibiarkan berlangsung secara terus menerus maka akan semakin dapat membahayakan ketahanan nasional dan stabilitas negara juga akan semakin rapuh.
Bangsa Indonesia sampai saat ini belum memiliki landasan pedagogis yang kuat dan kokoh dalam menanamkan kesadaran nilai-nilai karakter bangsa. Pengembangan pembinaan karakter bangsa pada generasi muda melalui aplikasi “Pendidikan Karakter” di semua jenjang lembaga-lembaga pendidikan masih belum menemukan format yang tepat dan sesuai dengan karakteristik bangsa. Memang, apabila ditinjau dari landasan yuridis, pendidikan karakter telah tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dan telah ditindaklanjuti dengan kebijakan Kemdiknas untuk diberlakukan pada semua jenis dan jenjang pendidikan mulai TA. 2011. Hal ini berarti secara makro, pendidikan karakter telah memiliki landasan yuridis yang cukup kuat, akan tetapi secara mikro, pada aplikasi di tingkat satuan pendidikan dan kelas, pendidikan karakter yang telah dicanangkan ini belum memiliki landasan pedagogis yang mendasarinya. Setiap pengembangan pendidikan harus dilandasi dengan teori-teori pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas praktek pendidikan diperlukan aplikasi dari berbagai teori pendidikan. Apabila melihat sejarah reformasi pendidikan hampir selalu berakhir dengan keadaan yang lebih buruk. Hal ini disebabkan karena reformasi pendidikan tersebut tidak ditopang dengan landasan teori yang cukup kuat dan berkualitas (Amori,2007:51-77).
Dalam kasus Indonesia, krisis karakter, mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan kemampuan untuk mengerahkan potensi masyarakat guna mencapai cita-cita bersama. Krisis karakter ini seperti penyakit akut yang terus menerus melemahkan jiwa bangsa, sehingga bangsa kita kehilangan kekuatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang maju dan bermartabat di tengah-tengah bangsa lain di dunia.
Keberhasilan dari sejarah panjang Keindonesiaan yang membuahkan kemerdekaan tersebut pada hakikatnya digelorakan oleh ”semangat perubahan/pembaruan” yang disuburkan oleh mosaik nilai-nilai keadilan, kekeluargaan, gotong-royong, kebersamaan, toleransi, mufakat, persatuan, komitmen, keberanian, keuletan, sikap pantang menyerah dan yang terpenting adalah keteladanan. Para founding fathers/mothers telah membingkai nilai-nilai tersebut dalam pigura Pancasila sebagai ”pandangan hidup bangsa” (Weltanschauung) yang dihasilkan dalam sidang BPUPKI/PPKI pada 1 Juni 1945, kemudian secara legal-formal ditetapkan bersamaan dengan diberlakukannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Dengan demikian Pancasila secara resmi telah mengikat seluruh bangsa Indonesia (terutama kaum elit-politiknya) dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Berarti pula Pancasila telah disepakati dan resmi menjadi Jatidiri Bangsa Indonesia yang harus dibentuk lewat proses akbar ”Character Building” yang tetap berkelanjutan (never ending process).
Namun pertanyaan besar yang selalu menggelitik akal budi, mengusik nurani adalah apakah nilai-nilai tersebut masih tetap hidup dan berkembang dalam sanubari anak-anak bangsa Indonesia? Berbagai fenomena memperlihatkan betapa nilai-nilai tersebut telah mengalami kelunturan, erosi dan degradasi. Padahal para founding fathers/mothers secara sangat cerdas, arif dan visioner telah memformulasikan Pancasila dengan merujuk pada nilai-nilai kearifan lokal serta nilai-nilai yang berkembang secara global-universal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah buah perkawinan antara ”lokalitas dan universalitas” yang sangat tepat, relevan untuk bangsa Indonesia, benar-benar berakar dan bersumber pada ranah Keindonesiaan yang ideal sekaligus realistis. Sehingga Prof. Syafii Maarif mengapresiasinya sebagai ”masterpiece” (karya agung) anak bangsa dan Jacob Oetama menyebutnya sebagai hasil dari pemikiran cerdas yang mendahului jamannya (Syahnakri.2009).
Kondisi saat ini tingkat kesadaran generasi muda terhadap ideologi bangsa semakin menurun. Indikator semakin menurunnya tingkat kesadaran ideologi bangsa tampak pada masih banyaknya generasi muda yang memiliki perilaku semakin jauh dari nilai-nilai utama Pancasila. Nilai-nilai utama Pancasila pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga jenis nilai, meliputi: ketuhanan, keilmuan dan kebangsaan yang merupakan pilar-pilar utama dari karakter bangsa. Ketuhanan, berkaitan dengan rendahnya tingkat ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keilmuan berkaitan dengan rendahnya tingkat penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memecahkan masalah kehidupan, edangkan kebangsaan berkaitan dengan menurunnya rasa nasionalisme atau kecintaan kepada tanah air, negara dan bangsa. Degradasi kesadaran ideologi bangsa apabila dibiarkan berlangsung secara terus menerus maka akan semakin dapat membahayakan ketahanan nasional dan stabilitas negara juga akan semakin rapuh.
Bangsa Indonesia sampai saat ini belum memiliki landasan pedagogis yang kuat dan kokoh dalam menanamkan kesadaran nilai-nilai karakter bangsa. Pengembangan pembinaan karakter bangsa pada generasi muda melalui aplikasi “Pendidikan Karakter” di semua jenjang lembaga-lembaga pendidikan masih belum menemukan format yang tepat dan sesuai dengan karakteristik bangsa. Memang, apabila ditinjau dari landasan yuridis, pendidikan karakter telah tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dan telah ditindaklanjuti dengan kebijakan Kemdiknas untuk diberlakukan pada semua jenis dan jenjang pendidikan mulai TA. 2011. Hal ini berarti secara makro, pendidikan karakter telah memiliki landasan yuridis yang cukup kuat, akan tetapi secara mikro, pada aplikasi di tingkat satuan pendidikan dan kelas, pendidikan karakter yang telah dicanangkan ini belum memiliki landasan pedagogis yang mendasarinya. Setiap pengembangan pendidikan harus dilandasi dengan teori-teori pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas praktek pendidikan diperlukan aplikasi dari berbagai teori pendidikan. Apabila melihat sejarah reformasi pendidikan hampir selalu berakhir dengan keadaan yang lebih buruk. Hal ini disebabkan karena reformasi pendidikan tersebut tidak ditopang dengan landasan teori yang cukup kuat dan berkualitas (Amori,2007:51-77).
Dalam kasus Indonesia, krisis karakter, mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan kemampuan untuk mengerahkan potensi masyarakat guna mencapai cita-cita bersama. Krisis karakter ini seperti penyakit akut yang terus menerus melemahkan jiwa bangsa, sehingga bangsa kita kehilangan kekuatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang maju dan bermartabat di tengah-tengah bangsa lain di dunia.
Krisis
karakter di Indonesia tercermin dalam banyak fenomena sosial ekonomi yang
secara umum dampaknya menurunkan kualitas kehidupan masyarakat luas. Korupsi,
mentalitas peminta-minta, konflik horizontal dengan kekerasan, suka mencari
kambing hitam, kesenangan merusak diri sendiri, adalah beberapa ciri masyarakat
yang mengalami krisis karakter.
Korupsi,
korupsi adalah salah satu bentuk krisis karakter yang dampaknya sangat buruk
bagi bangsa Indonesia. Dalam pergaulan internasional, posisi Indonesia sebagai
salah satu negara yang terkorup di dunia telah menyebabkan bangsa ini
kehilangan martabat di tengah-tengah bangsa lain. Korupsi terjadi karena
orang-orang kehilangan beberapa karakter baik, terutama sekali kejujuran ,
pengendalian diri (self regulation), dan tanggung jawab sosial.
Kesenangan
merusak diri sendiri. Di samping korupsi, memudarnya karakter di Indonesia
ditunjukkan oleh meningkatnya ‘kesenangan’ dari sebagian warganya terlibat
dalam kegiatan atau aksi aksi yang berdampak merusak atau menghancurkan diri
–bangsa kita- sendiri (act of self distruction). Ketika bangsa-bangsa lain
bekerja keras mengerahkan potensi masyarakatnya untuk meningkatkan daya saing
negaranya, kita di Indonesia sebagian dari kita malah dengan bersemangat
memakai energi masyakat untuk mencabik-cabik dirinya sendiri, dan sebagian
besar yang lain terkesan membiarkannya. Memecahkan perbedaan pendapat atau
pandangan dengan menggunakan kekerasan, secara sistematik mengobarkan kebencian
untuk memicu konflik horizontal atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri
adalah beberapa bentuk dari kegiatan merusak diri sendiri. Ini terjadi karena
makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan
untuk bertumbuh kembang bersama, secara damai, dalam kebhinekaan (Nunut. 2011).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Karakter, Karakter Bangsa, dan
Pembangunan Karakter Bangsa
1. Karakter
Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
2. Karakter Bangsa
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
3. Pembinaan Karakter Bangsa
Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama seluruh komponen bangsa dan negara.
Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama seluruh komponen bangsa dan negara.
B. Lingkungan yang mempengaruhi karakter
bangsa
1. Lingkungan Global
Globalisasi dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan internasionalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran dan batas-batas suatu negara yang disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk interaksi. Globalisasi juga dapat memacu pertukaran arus manusia, barang, dan informasi tanpa batas. Hal itu dapat menimbulkan dampak terhadap penyebarluasan pengaruh budaya dan nilai-nilai termasuk ideologi dan agama dalam suatu bangsa yang sulit dikendalikan. Pada gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri bangsa.
Berdasarkan indikasi tersebut, globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
Globalisasi dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan internasionalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran dan batas-batas suatu negara yang disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk interaksi. Globalisasi juga dapat memacu pertukaran arus manusia, barang, dan informasi tanpa batas. Hal itu dapat menimbulkan dampak terhadap penyebarluasan pengaruh budaya dan nilai-nilai termasuk ideologi dan agama dalam suatu bangsa yang sulit dikendalikan. Pada gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri bangsa.
Berdasarkan indikasi tersebut, globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
2. Lingkungan Regional
Pada lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa dampak terhadap terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia Tenggara. Dampak tersebut berwujud adanya ekspansi budaya dari negara-negara maju yang menguasai teknologi informasi. Meskipun telah dilaksanakan upaya pencegahan melalui program kerja sama kebudayaan, namun melalui teknologi infomasi yang dikembangkan, pengaruh negara lain dapat saja masuk. Produk-produk budaya disebarluaskan melalui berbagai teknologi media yang akhirnya membentuk perilaku baru, kebudayaan baru, dan kemungkinan jati diri baru. Hal ini tentunya merupakan ancaman bagi pembinaan sikap, perilaku, dan jati diri sebagai suatu bangsa.
Perkembangan regional Asia atau lebih khusus ASEAN dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
Pada lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa dampak terhadap terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia Tenggara. Dampak tersebut berwujud adanya ekspansi budaya dari negara-negara maju yang menguasai teknologi informasi. Meskipun telah dilaksanakan upaya pencegahan melalui program kerja sama kebudayaan, namun melalui teknologi infomasi yang dikembangkan, pengaruh negara lain dapat saja masuk. Produk-produk budaya disebarluaskan melalui berbagai teknologi media yang akhirnya membentuk perilaku baru, kebudayaan baru, dan kemungkinan jati diri baru. Hal ini tentunya merupakan ancaman bagi pembinaan sikap, perilaku, dan jati diri sebagai suatu bangsa.
Perkembangan regional Asia atau lebih khusus ASEAN dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
3. Lingkungan Nasional
Perkembangan politik di dalam negeri dalam era reformasi telah menunjukkan arah terbentuknya demokrasi yang baik. Selain itu telah direalisasikan adanya kebijakan desentralisasi kewenangan melalui kebijakan otonomi daerah. Namun, sampai saat ini, pemahaman dan implementasi konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya peran pemimpin nasional masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat mengganggu proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional.
Perkembangan politik di dalam negeri dalam era reformasi telah menunjukkan arah terbentuknya demokrasi yang baik. Selain itu telah direalisasikan adanya kebijakan desentralisasi kewenangan melalui kebijakan otonomi daerah. Namun, sampai saat ini, pemahaman dan implementasi konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya peran pemimpin nasional masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat mengganggu proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional.
Harus diakui bahwa banyak kemajuan
yang telah dicapai bangsa Indonesia sejak lebih dari enam puluh tahun merdeka.
Pembangunan fisik dimulai dari zaman orde lama, orde baru, orde reformasi
hingga pasca reformasi terasa sangat pesat, termasuk pembangunan infrastruktur
pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan cukup berarti. Misalnya,
jaringan listrik, jaringan komunikasi, jalan raya, berbagai sumber energi,
serta prasarana dan sarana pendukung lainnya. Kemajuan fisik yang terlihat
kasat mata adalah banyaknya gedung bertingkat di kota-kota besar di Indonesia
yang mengindikasikan kemajuan bangsa Indonesia dalam bidang pembangunan. Selain
itu, kemajuan penting yang dicapai dalam tata pemerintahan adalah
diluncurkannya Undang-undang tentang Otonomi Daerah pada tahun 2001 yang
memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota untuk
membangun daerah dengan kekuatan dan potensi yang dimilikinya.
Kemajuan di bidang fisik harus
diimbangi dengan pembangunan nonfisik, termasuk membina karakter dan jati diri
bangsa agar menjadi bangsa yang kukuh dan memiliki pendirian yang teguh. Sejak
zaman sebelum merdeka hingga zaman pasca reformasi saat ini perhatian terhadap
pendidikan dan pengembangan karakter terus mendapat perhatian tinggi. Pada awal
kemerdekaan pembangunan pendidikan menekankan pentingnya jati diri bangsa
sebagai salah satu tema pokok pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman
Orde Lama, Nation and Character Building merupakan pembinaan karakter dan
pekerti bangsa. Pada zaman Orde Baru, pembinaan karakter bangsa dilakukan
melalui mekanisme penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Pada zaman Reformasi, sejumlah elemen kemasyarakatan menaruh perhatian terhadap
pembinaan karakter bangsa yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan.
C. Karakter yang Diharapkan
Secara psikologis karakter individu
dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir,
olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan.
Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan
pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan
proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru
disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan
kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan
kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada
masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Karakter yang bersumber dari olah hati,
antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan,
bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela
berkorban, dan berjiwa patriotik;
2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara
lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi
Ipteks, dan reflektif;
3. Karakter yang bersumber dari olah
raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal,
berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan
gigih;
4. Karakter yang bersumber dari olah rasa
dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong,
kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia),
mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan
bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. Olah hati, olah pikir, olah raga,
serta olah rasa dan karsa sebenarnya saling terkait satu sama
lainnya. Oleh
sebab itu, banyak aspek karakter yang dapat dijelaskan sebagai hasil dari
beberapa proses.
beberapa proses.
D. STRATEGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA
1. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui
Sosialisasi
Sosialisasi
dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana untuk membangkitkan kesadaran dan
sikap positif terhadap pembangunan karakter bangsa guna mewujudkan masyarakat
yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa
persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Agar
sosialisasi dapat berlangsung efektif
dan efisien, maka pemilihan media dan target sasaran menjadi sangat penting.
Disadari atau tidak perkembangan teknologi informasi dengan media sebagai
piranti utama, berimplikasi pada tatanan kehidupan umat manusia dalam berbagai
dimensinya, baik dalam dimensi politik, ekonomi, sosial budaya, maupun agama.
Kondisi ini patut diwaspadai sehingga masyarakat tidak terjebak pada kemajuan
teknologi informasi semata tanpa berupaya. Dengan demikian, unsur media (cetak,
elektronik, tradisional) harus diposisikan sebagai mitra strategis dalam upaya
pembinaan karakter bangsa utamanya dalam hal sosialisasi.
Di samping
unsur media, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah penentuan
kelompok-kelompok sasaran sehingga dampak sosialisasi segera merambah pada
setiap anak bangsa, terutama generasi muda. Pada dasarnya kelompok sasaran
adalah seluruh warga negara Indonesia, yang lebih difokuskan pada generasi
muda. Adapun sasaran adalah pemerintah, dunia usaha dan industri, satuan
pendidikan, organisasi sosial kemasyarakatan/ profesi, organisasi sosial
politik, dan media massa.
2. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui
Pendidikan
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan
pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok
yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam
mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil
dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Strategi pembinaan karakter bangsa
melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang dalam
hal ini berada di jajaran Kementerian Pendidikan Nasional. Oleh karena itu,
fasilitasi yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut:
a.Pengembangan kerangka dasar dan
perangkat kurikulum, inovasi pembelajaran dan pembudayaan
karakter; standardisasi perangkat dan proses penilaian, kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional.
karakter; standardisasi perangkat dan proses penilaian, kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional.
b. Pengembangan satuan pendidikan yang
memiliki budaya kondusif bagi pembangunan karakter dalam berbagai modus dan
konteks pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan
tinggi dilakukan secara sistemik oleh
semua direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
c. Pengembangan kelembagaan dan program
pendidikan nonformal dan informal dalam rangka pendidikan karakter melalui berbagai modus dan konteks dilakukan
secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal.
d. Pengembangan dan penyegaran kompetensi
pendidik dan tenaga kependidikan, baik di jenjang pendidikan usia dini, dasar,
menengah maupun pendidikan tinggi yang relevan dengan pendidikan karakter dalam
berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat
terkait.
e. Pengembangan karakter peserta didik di
perguruan tinggi melalui penguatan
standar isi dan proses, penelitian dan pengembangan pendidikan karakter,
pembinaan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, pengembangan dan penguatan
jaringan informasi professional. Pembinaan karakter dilakukan secara sistemik
oleh semua direktorat terkait.
3. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa
melalui Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan salah satu strategi
pembinaan karakter bangsa yang diarahkan untuk memampukan para pemangku
kepentingan dalam rangka menumbuhkembangkan partisipasi aktif mereka dalam
pembangunan karakter.
Lingkungan keluarga merupakan wahana
pendidikan karakter yang pertama dan utama. Oleh karena itu orang tua perlu
ditingkatkan kemampuannya sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan pembinaan
dan pengembangan karakter. Pemberdayaan dilingkup keluarga dilakukan melalui:
(1)
penetapan regulasi yang mendorong orang tua dapat berinteraksi dengan sekolah,
dan lembaga pendidikan yang terkait pembangunan karakter
(2)
pemberian pelatihan dan penyuluhan tentang pendidikan karakter (3) pemberian penghargaan
kepada para tokoh-tokoh atau orang tua yang telah menunjukkan komitmennya dalam
membangun karakter di lingkungan keluarga
(4)
peningkatan komunikasi pihak sekolah dan lembaga pendidikan terkait dengan orang tua.
4. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa melalui
Pembudayaan
Strategi pembinaan karakter bangsa
melalui pembudayaan dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, masyarakat,
dunia usaha, partai politik, dan media massa. Strategi pembudayaan menyangkut
pelestarian, pembiasaan, dan pemantapan nilai-nilai baik guna meningkatkan
martabat sebuah bangsa. Strategi tersebut dapat berwujud pemodelan,
penghargaan, pengidolaan, fasilitasi, serta hadiah dan hukuman.
Pemerintah harus menjadi teladan bagi pembudayaan karakter bangsa karena pemerintah harus dapat menjadi contoh warganya. Pemerintahan yang baik mencerminkan masyarakat yang baik. Masyarakat yang berkarakter mencerminkan warga negara yang berkarakter. Pemerintah dengan demikian harus selalu di garda depan dalam pembudayaan karakter dengan segala manifestasinya. Selain keteladan, pembudayaan dalam lingkup pemerintah dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai di lingkungan pemerintah, peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan aturan.
Pemerintah harus menjadi teladan bagi pembudayaan karakter bangsa karena pemerintah harus dapat menjadi contoh warganya. Pemerintahan yang baik mencerminkan masyarakat yang baik. Masyarakat yang berkarakter mencerminkan warga negara yang berkarakter. Pemerintah dengan demikian harus selalu di garda depan dalam pembudayaan karakter dengan segala manifestasinya. Selain keteladan, pembudayaan dalam lingkup pemerintah dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai di lingkungan pemerintah, peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan aturan.
5. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui
Kerjasama
Pada
dasarnya, kunci akhir sebuah strategi ada pada kerjasama dan koordinasi.
Berbagai kerjasama dan kordinasi dapat dilakukan antarwarga negara,
antarkelompok, antarlembaga, antardaerah, dan bahkan antarnegara.
Ada
beberapa cara yang dapat menjadikan kerjasama dapat berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan yang telah disepakati. Hal itu dapat dimulai dengan saling terbuka, saling mengerti, dan
saling menghargai. Setelah kerjasama dapat dilakukan, maka langkah selanjutnya
adalah koordinasi dan evaluasi. Bentuk koordinasi yang dapat dilakukan antara
lain:
1. koordinasi
perencanaan kegiatan pendidikan karakter secara dinamis dari jenjang pendidikan
usia dini, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan dan perubahan
zaman;
usia dini, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan dan perubahan
zaman;
2. koordinasi
kegiatan satuan pendidikan dengan lembaga pendidikan di alam terbuka, antara
lain
gerakan Pramuka, dalam hal penerapan silabi pendidikan karakter;
gerakan Pramuka, dalam hal penerapan silabi pendidikan karakter;
3. koordinasi
secara teknikal dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi teknologi
informasi dan komunikasi, multimedia dalam pembuatan materi interaktif pendidikan karakter;
informasi dan komunikasi, multimedia dalam pembuatan materi interaktif pendidikan karakter;
4. koordinasi
dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi bidang psikologi dan
komunikasi dalam perencanaan model proses pembelajaran pendidikan karakter sesuai penciri
warga negara agar mampu mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas karakter di lingkungan global.
komunikasi dalam perencanaan model proses pembelajaran pendidikan karakter sesuai penciri
warga negara agar mampu mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas karakter di lingkungan global.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Negara
Indonesia adalah negara yang solid terdiri dari berbagai suku dan bangsa,
terdiri dari banyak pulau-pulau dan lautan yang luas. Jika kita sebagai warga
negara ingin mempertahankan daerah kita dari ganguan bangsa/negara lain, maka
kita harus memperkuat ketahanan nasional kita. Ketahanan nasional adalah cara
paling ampuh, karena mencakup banyak landasan seperti : Pancasila sebagai
landasan ideal, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan Wawasan Nusantara
sebagai landasan visional, jadi dengan demikian katahanan nasional kita sangat
solid.
Mengingat
penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam rangka ketahanan
nasional, menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan dukungan
dari lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri, masyarakat, media
massa dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun program kerja dan mengkoordinasikan dengan
pihak terkait agar terjadi sinergi yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia yang
lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Amori, A.
2007. A Theoritical Framework for
Educational Game Development.
Educational Technology Research & Development: Game Object Model Version II
Hasan, H.S.
2010. Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Litbang Puskur Kemdiknas
Nunut. 2011.
Pembentukan karakter bangsa dengan pancasila.
http://nunutwaone/2011/5/makalah-pembentukan-karakter-bangsa-pancasila.html. 16 mei 2011
Syahnakri. 2009.
Renungan Kebangsaan Dan Pancasila.
http://syahnakri.blogspot.com/2009/11/renungan-kebangsaan-dan- pancasila.html. 31 Desember
2009
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar