NAMA : LAILA OKTAVIA
KELAS : 4EA17
NPM : 18211339
TUGAS
KE- : 1 / ETIKA BISNIS #
ABSTRAK
Penulisan
ini bertujuan untuk mengetahui siapakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita dan
bagaimana menggunakan etika didalam menjalankan bisnisnya ,di dalam melakukan
etika bisnis bagaimanakah bentuk pelanggarannya? Apakah factor penyebabnya dan
Bagaimana cara mengatasinya.
Dengan
memegang teguh etika atau moral bisnis yang ada bisnis kita akan berjalan
dengan baik, karena dengan memiliki etika kita dapat bersaing dengan perusahaan
lain tanpa menyakiti pihak manapun.
Etika
telah berkembang di kehidupan masyarakat, jika kita dapat mempergunakannya
dengan baik maka etika kita akan memberikan dampak yang positif terhadap bisnis
kita dan perusahaan orang lain.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang atau organisasi yang
dikenal sebagai stakeholders (pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers,
pesaing, pemerintah dan komunitas). Oleh karena itu, para pebisnis harus
mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya
saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham
adalah pihak yang sangat sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro.
Saling Ketergantungan
Antara Bisnis dan Masyarakat
Sebagai
bagian dari masyarakat, tentu saja bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan itu
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika antara
sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan
langsung maupun tidak langsung.
Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi
berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang
nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut
segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia
usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang
ekonomi.
Jalinan
hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya,
ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan,
karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian
yang seimbang.
Kepedulian Pelaku
Bisnis Terhadap Etika
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh, kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand, pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Siapakah pelaku bisnis dan etika bisnis seperti apa yang dilakukan dalam
menjalankan bisnisnya .
2.
Bagaimanakah bentuk pelanggarannya?
3.
Apakah factor penyebabnya?
4.
Bagaimana cara mengatasinya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui siapakah pelaku bisnis dan etika bisnis seperti apa yang
dilakukan dalam menjalankan bisnisnya .
2.
Untuk mengetahui bentuk pelanggaran dalam etika bisnis.
3.
Untuk mengetehaui apakah factor penyebabnya .
4.
Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Pengertian
Etika
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir,
kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan atau adat.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia terbitan Depdikbud 1988 (dalam penulisan tugas akhir etika
profesi), etika mengandung tiga pengertian, yaitu :
-
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
-
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak
-
Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat
Menurut Martin 1993
(dalam Buku ajar etika profesi), etika didefinisikan
sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for
our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan
maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.
Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia,
etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip – prinsip moral yang ada dan pada
saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala
macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai
menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang
disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan
dari dan untuk kepenringan kelompok social (profesi) itu sendiri.
Menurut Drs. O.P.
SIMORANGKIR, etika atau etik sebagai pandangan
manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Menurut Drs. Sidi
Gajalba dalam sistematika filsafat, etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
Menurut Drs. H.
Burhanudin Salam,
etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Jadi dapat disimpulkan etika adalah suatu aturan perilaku dimana memperlihatkan
sikap atau perilaku baik dan buruk. Dengan melihat sikap atau tingkah laku
manusia dikegiatan sehari – hari kita dapat menyimpulkan bagaimana etika yang
dimiliki oleh manusia itu sendiri.
Secara umum, prinsip-prinsip yang
berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan
sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat.
Sonny
Keraf (1998) menjelaskan, bahwa prinsip etika bisnis sebagai berikut;
1. Prinsip otonomi; adalah sikap dan
kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya
tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip kejujuran. Terdapat tiga lingkup
kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa
bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama,
jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran
dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga,
jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip keadilan; menuntut agar setiap
orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai
kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip saling menguntungkan (mutual
benefit principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip integritas moral; terutama
dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan,
agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan/orang2nya
maupun perusahaannya.
Pertanyaan nya bagaimana menerapkan
prinsip-prinsip etika bisnis ini agar benar-benar dapat operasional? Sonny juga
menjelaskan, bahwa sesungguhnya banyak perusahaan besar telah mengambil langkah
yang tepat kearah penerapan prinsip-prinsip etika bisnis ini, kendati prinsip
yang dianut bisa beragam. Pertama-tama membangun apa yang dikenal sebagai
budaya perusahaan (corporate culture). Budaya perusahaan ini mula pertama
dibangun atas dasar Visi atau filsafat bisnis pendiri suatu perusahaan sebagai
penghayatan pribadi orang tersebut mengenai bisnis yang baik. Visi ini kemudian
diberlakukan bagi perusahaannya, yang berarti Visi ini kemudian menjadi sikap
dan perilaku organisasi dari perusahaan tersebut baik keluar maupun kedalam.
Maka terbangunlah sebuah etos bisnis, sebuah kebiasaan yang ditanamkan kepada
semua karyawan sejak diterima masuk dalam perusahaan maupun secara terus
menerus dievaluasi dalam konteks penyegaran di perusahaan tersebut. Etos inilah
yang menjadi jiwa yang menyatukan sekaligus juga menyemangati seluruh karyawan
untuk bersikap dan berpola perilaku yang kurang lebih sama berdasarkan prinsip
yang dianut perusahaan.
Berkembang
tidaknya sebuah etos bisnis ditentukan oleh gaya kepemimpinan dalam perusahaan
tersebut.
Etika Bisnis Yang Baik
Menurut
Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok
yaitu :
1) Produk yang baik
2) Managemen yang baik
3) Memiliki Etika
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu :
1)
Sudut Pandang Ekonomis.
Bisnis
adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara
produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan
produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan
untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian
keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui
interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good
business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang
berkualitas etis.
2)
Sudut Pandang Moral.
Dalam
bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan
keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua
yang bisa kita lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati
kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita
sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu
juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3)
Sudut Pandang Hukum
Bisa
dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum Dagang atau
Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam
praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional
maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang
normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena
peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila
terjadi pelanggaran.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Data
yang diguanakan dalam pengumpulan data pada penulisan ini adalah data primer
dengan wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan
tanya jawab langsung kepada pemilik usaha tersebut dan pihak-pihak yang terkait
salam penulisan ilmiah ini.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang atau organisasi yang
dikenal sebagai stakeholders (pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers,
pesaing, pemerintah dan komunitas).
Oleh karena itu, para pebisnis harus
mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya
saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham
adalah pihak yang sangat sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro.
Contoh
Pelanggaran Etika Bisnis :
Bentuk-bentuk
Pelanggaran Etika Bisnis beserta contohnya
1. Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Sebuah
perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk
Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan
sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan
melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.
2. Pelanggaran etika bisnis terhadap
transparansi
Sebuah
Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru
sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru.
Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan
mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar.
Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan
uang itu kepada wali murid.
Setelah
didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.
3. Pelanggaran etika bisnis terhadap
akuntabilitas
Sebuah
RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan
mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah
seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus
karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur,
sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan
Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai
kebijakan tersebut.
Karena
sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta
itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit.
4. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip
pertanggungjawaban
Sebuah
perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam
pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan
calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke
negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya
yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke
negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan
mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan
visa dan paspor.
Namun
setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu
tahun tidak ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu
berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan
bahwa Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban
dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangnka ke
negara tujuan untuk bekerja.
5. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip
kewajaran
Sebuah
perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin membangun
rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan
milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya
membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya.
Sementara
konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena
setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum
ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di
kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan
rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah
dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin
memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah
memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin
pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan property tersebut telah melanggar
prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder
(konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
6. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip
kejujuran
Sebuah
perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan
kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak
pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam
pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi
bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan
kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak
memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan
pengembang.
7. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip
empati
Seorang
nasabah, sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar angsuran
mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah
memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar
angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu
setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih
angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak
perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan
psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat mengakategorikan pihak
perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati pada nasabah karena
sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu
dengan cara yang bijak dan tepat.
Faktor-faktor pebisnis melakukan
pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal
tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa
memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor
lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
1)
Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
2)
Ingin menambah pangsa pasar
3)
Ingin menguasai pasar.
Dari
ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh
paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama,
dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya
untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut.
Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain
ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan kesimpulan
tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
1) Orang yang sering mengalami kegagalan
cenderung sering melakukan kecurangan.
2) Orang yang tidak disukai atau tidak
menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
3) Orang yang hanya menuruti kata hatinya,
bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung
berbuat curang.
4) Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai
rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan
terhadap godaan untuk berbuat curang.
5) Orang yang cerdas (intelligent) cenderung
menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
6)
Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih
jujur.
7) Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang
atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
8) Masing-masing individu mempunyai kebutuhan
yang berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah
tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dalam
penulisan ini dapat disimpulkan bahwa ada perusahaan yang menjalankan etika
bisnisnya dengan baik dan ada juga yang tidak menjalankan etika bisnisnya
sehingga banyak melakukan pelanggaran.
Beberapa
faktor yang menyebabkan pelanggaran etika bisnis diantaranya yaitu banyaknya
kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik, inginnya produsen
menambah pangsa pasar dan keinginan produsen menguasai pasar.
5.2 Saran
Dalam
penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis harus memutuskan apa
yang benar dan yang salah. Seorang pebisnis harus memiliki tanggung jawab yang
besar kepada pelanggan, karyawan, investor, dan masyarakat secara. Dan
pemerintah harus membentuk badan pengawas untuk mengawasi dan memberikan
hukuman kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam etika bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia
terbitan Depdikbud 1988 (dalam penulisan tugas akhir etika profesi)
Buku ajar etika profesi 1993
ETIKA BISNIS, Tuntutan dan
Relevansinya 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar