ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan
yang dapat digunakan untuk menarik konsumen sebanyak – banyaknya. Tapi iklan
tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Penekanan utama iklan adalah
akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Iklan
dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan
diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sebagai media,
baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk
mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan. Tulisan ini
mencoba memaparkan etika dalam iklan. Untuk itulah perlu ada prinsip – prinip
yang perlu diperhatikan dalam dunia periklanan agar segi negative dari iklan
tersebut dikurangi. Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun
bisnis.
BAB
I
PENDAHULUAN
Sesuai dengan fungsinya
baik secara mikro dan makro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan
tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah perusahaan memiliki etika dan
tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja
yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu sendiri.
Didunia usaha khususnya
perusahaan periklanan, secara kondisional iklan di maksudkan untuk
memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Karena iklan itu harus dibuat
semenarik mungkin dan sedramatis mungkin sehingga mau tidak mau konsumen akan
tertarik untuk memperhatikannya.
Hal yang menjadi
sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang
dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang
disampaikan kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk
dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk
lebih banyak didapat dan informasi produsen. Etika bisnis dalam mengkampanyekan
produk kepada khalayak sasaran memang penting dipahami oleh pihak produsen. Hal
ini agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian – sajian iklan yang
“bombastis” yaitu khalayak mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang
diiklankan.
Hampir setiap hari kita
dibanjiri oleh iklan yang disajikan media – media massa, baik cetak maupun
elektronik. Akibatnya seakan – akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari –
hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan.
Tanpa kita sadari,
iklan ternyata sungguh – sungguh ditampilkan sebagai kekuatan ekonomi dan
sosial yang mempengaruhi sebagian besar hidup kita, terutama sehubungan dengan
upaya mendapatkan barang dan jasa pemuas kebutuhan. Apalagi iklan – iklan
tersebut disiarkan lewat media radio atau ditayangkan lewat layar televisi.
Batasan Masalah
Dalam penyusunan
penulisan ini penulis membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi :
1.
Sejarah Etika Periklanan Di Indonesia
2.
Keuntungan dan Kerugian Iklan
3.
Beberapa Prinsip Moral yang Perlu Dalam Iklan
Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan penulis
untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal
atau tulisan tentang Iklan dalam Etika dan Estetika apa saja. Maksud dari
penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui iklan dalam etika dan
estetika tentang bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk
barang dan jasa kepada konsumen.
2. Untuk mengetahui bagaimana tata karma
dari isi iklan tersebut.
3. Dapat memberikan gambaran/kriteria dalam
pengambilan keputusan serta sebagai alat evaluas
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Etika adalah Ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI).
Etika Secara Umum :
µ
Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang
diiklankan
µ
Tidak memicu konflik SARA
µ
Tidak mengandung pornografi
µ
Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
µ
Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan
sebagainya.
µ
Tidak plagiat
Estetika adalah
Berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis iklan juga harus
mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak
membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang
daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian
melakukan action membeli dan menggunakan produk tersebut.
Etis adalah berkaitan
dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan? secara etika
memang iklan harus ah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan berarti lalai dengan
ke-etis-an iklan tersebut.
Estetis adalah
berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target
marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus ditayangkan.
Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana anak kecil
sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya ditujukan untuk
orang dewasa.
Menurut Thomas M.
Garrey, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya
pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud
menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif
terhadap idea – idea, institusi – institusi atau pribadi – pribadi yang
terlibat di dalam iklan tersebut.
Iklan merupakan sebuah
proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan
yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi
perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra
konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini
bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli
sebuah produk yang ditawarkan.
Kata Iklan sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah upaya menggiring orang pada
gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk
aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara
nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. (Durianto, dkk,
2003).
Menurut pakar
periklanan dari Amerika, S. William Pattis (1993) iklan adalah setiap bentuk
komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi dan mempromosikan produk dan jasa
kepada seseorang atau pembeli yang potensial. Tujuannya adalah mempengaruhi
calon konsumen untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang
iklan.
Menurut Roman, Maas
& Nisenholtz. 2005, Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa
yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk
secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu.
Menurut Britt, iklan
sejak semula tidak bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap
barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri serta
uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak sama
sekali barang dan jasa yang ditawarkan.
Pengertian antara iklan
dan periklanan mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa
keduanya merupakan pesan yang ditujukan kepada khalayak. Perbedaannya yaitu
iklan lebih cenderung kepada produk atau merupakan hasil dari periklanan, sedangkan
periklanan merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan
pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.
Iklan merupakan bagian
dari bauran promosi (promotion mix) sedangkan bauran promosi adalah bagian dari
bauran pemasaran (marketing mix) dimana marketing mix meliputi product, price,
place, promotion.
Sebagai kekuatan utama
ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk
menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara
konsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup
dalam sebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat
cepat, sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan
jasa yang yerus meningkat.
Di sini sebenarnya
iklan melakonkan tiga peran sekaligus. Pertama, iklan informatif. Jenis iklan
ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif kepada konsumen kualitas
dari barang tertentu yang diproduksi, nilai-lebih dari barang tersebut,
fungsi-fungsinya, harga serta tingkat kelangkaannya. Kedua, iklan persuasif
atau sugestif. Jenis iklan ini tidak sekadar menginformasikan secara objektif
barang dan jasa yang tersedia, tetapi menciptakan kebutuhan-kebutuhan akan
barang dan jasa yang diiklankan. Dan ketiga, iklan kompetitif. Meskipun
meliputi juga iklan informatif dan persuasif, jenis iklan ini lebih dimaksud
untuk mempertahankan serta memproteksi secara kompetitif kedudukan produsen di
hadapan pelaku produksi lainnya.
Masalah moral dalam
iklan muncul ketika iklan kehilangan nilai-nilai informatifnya, dan menjadi
semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tinggi
dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
Untuk memperoleh data
yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan metode searching di
Internet, yaitu dengan membaca referensi – referensi yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas dalam tugas ini.
Penulis juga memperoleh
data dari pengetahuan yang penulis ketahui. Selain itu penulis juga mencari
data melalui media elektronik seperti menonton acara berita yang secara tidak
sengaja membahas tentang iklan dalam etika dan estetika.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1. Sejarah Etika
Periklanan Di Indonesia
4.1.1. Sejarah
Periklanan
Secara mendasar, upaya
periklanan telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Banyak penemuan-penemuan
purbakala yang mengungkapkan adanya bukti kegiatan promosi dan periklanan sejak
jaman dahulu, walaupun masih dilakukan dalam bentuk yang sangat sederhana.
Sejarah periklanan telah dimulai ribuan tahun lalu, ketika bangsa-bangsa di
dunia mulai melakukan pertukaran barang. Wright (dalam Liliweri, 1992) mencatat
bahwa kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi, bangsa Mesopotamia dan Babilonia
telah meletakkan dasar-dasar periklanan seperti yang terlihat sekarang ini.
Pada jaman itu, pedagang-pedagang menyewa perahu-perahu dan menyuruh pedagang
keliling mengantarkan hasil produksi ke konsumen yang tinggal di pedalaman
dengan menggunakan teknik pemasaran door to door. Pada jaman Yunani dan Romawi,
teknik beriklan mengalami perkembangan . Pada jaman ini telah dikenal
perdagangan antarkota dimana iklan pada terekota dan perkamen sudah mulai
digunakan untuk kepentingan Lost & Found (Kasali, 1995). Pada masa inilah mulai
disadari pentingnya menggunakan medium untuk menyampaikan informasi. Para
pemilik usaha menggunakan pahatan di dinding-dinding kota untuk memberitahu
orang banyak bahwa mereka mempunyai dagangan tertentu. Pada zaman Caesar,
banyak toko di kota-kota besar yang telah mulai memakai tanda dan symbol atau
papan nama sebagai media utama dalam beriklan.
Periklanan memasuki
babak sejarah yang sangat penting ketika kertas ditemukan pada tahun 1215 di
Cina dan mesin cetak diciptakan Johann Gutenberg pada tahun 1450. Sejak itu
medium-medium kuno ditinggalkan. Orang beralih ke pamphlet atau
selebaran-selebaran untuk menginformasikan atau menjual sesuatu. Selebaran dan
pamflet inilah yang menjadi cikal bakal munculnya surat kabar, sebuah medium
klasik yang sampai sekarang tetap menjadi pilihan pengiklan sebagai medium
utama.Periklanan mengalami perkembangan yang luar biasa cepat seiring dengan
tumbuhnya era industri. Populasi penduduk dunia meningkat, industri-industri
baru tumbuh dan iklan menempati posisi yang penting untuk mendorong penjualan.
Sampai abad 19, belum ada perusahaan periklanan (advertising agency) baik di
Eropa maupun di Amerika. Jadi, siapapun yang ingin mengiklankan sesuatu harus
berhubungan dengan surat kabar. Sekitar tahun 1800-an, kerumitan dan kesulitan
diantara pengiklan dan surat kabar mulai berkembang. Para pengiklan merasakan
kebutuhan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, bukan hanya masyarakat
yang tinggal satu kota dengannya saja – sebagaimana distribusi surat kabar pada
masa itu. Perkembangan itulah yang melahirkan kebutuhan perlunya penghubung
antara surat kabar dengan pengiklan. Hower mencatat dua nama pertama yang
bertindak sebagai advertising agent, yaitu Volney B. Palmer di Philadelphia dan
John Hooper di New York. Oleh orang-orang sesudah mereka, bisnis tersebut
dikembangkan ke dalam sebuah institusi yang disebut advertising agency.
Karena memiliki
tanggung jawab moral dan interaksi yang cukup banyak dengan beragam segmen,
para praktisi periklanan di sekitar abad 19 mulai meletakkan standar-standar
periklanan yang lebih baik. Sebagai contoh, FW Ayer & Son yang didirikan di
Philadelphia menjadi advertising agency tertua yang memberi tatanan modern pada
bisnis periklanan. Agency yang didirikan Francis Wayland Ayer ini memperbaiki
teknik-teknik periklanan dan memajukan standar layanan sebuah agency, termasuk
mengembangkan prinsip-prinsip etika bagi sebuah bisnis yang sukses.
Beberapa standar
penting yang berlaku saat ini merupakan ‘peninggalan’ para praktisi periklanan
di abad 19 maupun awal-awal abad 20, seperti besarnya persentase komisi bagi
agency sebesar 15% yang berlaku pada tahun 1917 maupun pembagian aktifitas
perusahaan periklanan ke dalam 3 bidang dasar yaitu: account, creative dan
media.
4.1.2. Perkembangan
Periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan
di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang
diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja
Sijang” yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit
sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang
tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen,
tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga
telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun
1864. Surat kabar “De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan
hotel / penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih
didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada
saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga
mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos
cetaknya.
4.1.3. Fungsi
Periklanan
Periklanan dibedakan
dalam dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada
kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan
yang semata-mata persuasif.
4.2. Keuntungan dan
Kerugian Iklan
Mengikuti dokumen yang
dikeluarkan oleh komisi kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam
iklan, paling kurang ada empat
keuntungan dan ketugian yang bisa diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan
kerugian di dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan agama, serta moral.
Keempat hal tersebut akan dideskripsikan berikut :
¶
Bidang ekonomi
Dalam kerangka tindakan
ekonomi secara luas, iklan merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks
karena melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser),
agen-agen, media iklan, para peneliti pemerintah, maupun masyarakat itu
sendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi
juga berpengaruh secara langsung terhadap para pelaku ekonomi itu.
Iklan ternyata
memampukan perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif
produk-produknya. Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau
direalisir. Sementara bagi masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan
informasi mengenai bagaimana dan di mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan
jasa bisa terpenuhi secara lebih mudah dan efisien.
Maka sebagaimana juga
disinyalir oleh A. Sonny Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan
bahwa iklan menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan memperdaya
konsumen untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.” Dan sebagaimana juga
dikritik oleh Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan lebih serinbg ditampilkan
sebagai media pembentuk masyarkat konsumenristis yang preokupasi utamanya
adalah menumpuk barang dan jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya
memanfaatkan barang dan jasa yng sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir
eksistensi dirinya (to be). Di sini kemudian digarisbawahi bahwa iklan memang
bisa meningkatkan standar hidup konsumen.
¶
Bidang Politis
Seringkali juga media
assa menampilkan atau menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan
semua pihak sejauh tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak
penguasa, tetapi sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan politik yang demokratis.
Artinya, dengan iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi
perihal segala kebiakan yang tengah dn akan diambil pemerintah, tetapi juga
sebagai konsekuensi semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan
politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.
¶
Bidang Kultural
Secara ideal harus
dikatakan bahwa iklan semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya
bernilai secara moral, tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu, para
pemasang iklan juga mesti mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang
menjadi “sasaran” iklan. Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus
selalu diuntungkan secara kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan
bukan merupakan cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya
atau pun masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh
mayoritas masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan
cerminan dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan
menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka butuhkan, dan itu
berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang secara etis dipegang
teguh adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama menciptakan
kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang malah
mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.
Dalam kenyataannya,
iklan lebih sering menampilkan kebudayaan hidup masyarakat yang lebih suka
menonjolkan kompetisi di segala bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa
solidaritas antarsesama. Iklan juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif,
standar moral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian
besar iklan menampilkan warna dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan.
¶
Bidang Moral dan Agama
Ajaran-ajaran moral dan
agama juga sering kali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama
tersebut kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan,
pelayanan dan conta kasih kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan,
pesan-pesan mengenai kesehatan dan pendidikan, dll bertujuan untuk memotivasi
masyarakat ke arh kehidupan yang baik dan membahagiakan.
Maka sebenarnya yang
perlu diusahakan bukannya meniadakan iklan, tetapi meniadakan isi atau maksud
dari iklan yang obsesi utamanya adalah mengkonstruksi sebuah masyarakat
konsumtif dengan seluruh konsekuensi yang menyertainya. Kalau kita setuju
dengan analisis Dr. Gregory Baum, bahwa media massa dan iklan cendrung
mengkonstruksi realitas dan bahwa realitas tersebut umumnya bersifat
konsumtif-materialistis yang sungguh-sungguh mensugesti manusia untuk secara
niscaya menanggapinya, maka bahaya pengrusakan lingkungan karena mentalitas
hidup konsumtif sungguh-sungguh serius. Sama seperti yang ditegaskan dokumen
kepausan mengenai etika dalam iklan, komitmen untuk mencegah upaya pengrusakan
lingkungan ada pada mereka yang berkehendak baik, yang mau mengusahakan sebuah
kehidupan bersama yang utuh dan integral, baik antara manusia maupun dengan
lingkungan tempat kediamannya.
4.3. Beberapa Prinsip
Moral yang Perlu Dalam Iklan
Terdapat paling kurang
3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan
mengenai etika dalam iklan.
Ketiga prinsip itu
adalah :
1)
Masalah kejujuran dalam iklan,
2)
Masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan
3)
Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh iklan.
Ketiga prinsip moral
yang juga digaris bawahi oleh dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang
komunikasi sosial untuk masalah etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan
dengan pandangan Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas
prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip
etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan
merupakan “perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.
«
Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan
dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan,
sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan
baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan
haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang
dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah
upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
«
Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya
menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini
sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya
menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara
bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan
dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat
manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih
apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab
memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali
terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa
yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan
pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas
sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera
membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust),
kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial
dalam masyarkat, dll.
«
Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik
di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena
perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa
yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan
meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk”
barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan
primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu
ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa
surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil
masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas
batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam
kemiskinan.
Di sinilah kemudian
dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial
dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia,
dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya
disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial
yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah
sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin
berkembang. Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik,
biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat
pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat
kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan
utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN :
¬
Dalam periklanan kita tidak dapat
lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok
bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang
dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Iklan mempunyai unsur promosi,
merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli. Karena itu bahasa
periklanan mempergunakan retorika sendiri.
¬ Etika
bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan
suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis ,
organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya
perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten
dan konsekuen.
¬
Seperti pada kasus PT Megarsari Makmur (produk HIT) masalah yang terjadi
dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai kandungan-kandungan
apa saja yang terkandung dalam produk tersebut.
5.2. SARAN :
« Dari
sudut pandang etika periklanan (mengacu pada kitab Etika Pariwara Indonesia),
jelas bahwa pernyataan “termurah” (suatu bentuk pernyataan superlative) yang
tidak di dukung oleh fakta – fakta yang obyektif adalah tidak etis.
« Dari
sudut ilmu komunikasi periklanan: iklan pada dasarnya (esensinya) adalah suatu
janji. Janji antara produsen/penyedia jasa dengan para konsumennya. Hasil
polling ini jelas menunjukkan bahwa isi iklan dari produk tersebut yang
menjanjikan harga termurah ternyata berbahaya bagi kesehatan.
« Etika
(untuk profesi atau bidang apapun juga) disusun berdasarkan tata budaya ada
disuatu bangsa. Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya
boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada
jalurnya. Dengan demikian seharusnya
justru etika dipandang dengan sangat positif sebagai suatu panduan untuk tidak
melakukan hal-hal yang tidak akan diterima dengan baik oleh masyarakat
(konsumen).
DAFTAR PUSTAKA
¶
Keraf, Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.
¶
Dokumen Komisi Kepausan bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam
Iklan. Dikutip dari L’Osservatore Romano N. 16, 16 April 1997.
¶
Garrett, Thomas M., SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The
Gregoriana Univ. Press, Rome, 1961.
¶
http://jeremiasjena.wordpress.com/2010/10/05/etika-dalam-iklan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar